Anak Berkebutuhan Khusus



Psikologi Pendidikan

Alamat blog: http://dininurfitria.blogspot.com/
Nama : Dini Nurfitria
NIM   : 11140163000048
Kelas  : 2b
Universitas :
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Anak-anak berkebutuhan khusus




Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.

Sebenarnya dalam islam tidak membeda-bedakan manusia, semuanya bisa mendapatkan haknya masing-masing, dalam surat At-Tin 
95:4
" Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
95:5
 "Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka)"
95:6
"Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya."

Maksud ayat di atas bahwa Allah menciptakan manusia di muka bumi ini dalam keadaan yang paling sempurna. Tidak ada istilah cacat di dalamnya, dan seseorang yang disebut cacat oleh masyarakat itu adalah juga sempurna. Setiap manusia memiliki kekhasannya masing-masing. Sedangkan mereka yang menyebut seseorang “cacat” berarti mengatakan bahwa Allah telah salah menciptakan manusia, mahlku-Nya, atau mereka telah mencela ciptaan-Nya.
Ada macam anak berkebutuhan khusus ­­­, baik jika dilihat dari sifat, perilaku, dan lainnya.
Jika dilihat dari kelompok ABK berdasarkan aspek kecerdasan (intelegence), ada anak berkebutuhan khusus supernormal. Biasanya ABK supernormal memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata. ABK supernormal meliputi :
1.      Super cerdas/gifted (IQ>140)
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu mereka yang tidak jenius, tetapi menonjol dan terkenal. Anak cerdas istimewa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1)      Membaca pada usia lebih muda, lebih cepat, dan memiliki perbendaharaan kata yang luas.
2)      Memiliki rasa ingin tahu yang kuat, minat yang cukup tinggi.
3)      Berinisiatif, kreatif, dan original dalam menunjukkan gagasan.
4)      Mampu memberikan jawaban-jawaban atau alasan yang logisi, sistematis dan kritis.
5)      Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu yang panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati.
6)      Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi.
7)      Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan masalah.

2.      Sangat cerdas/full bright (IQ 130-140)
3.      Cerdas/rapid (IQ 120-130)
4.      Atas normal (IQ110-120)
Berbeda halnya dengan ABK supernormal, ABK subnormal memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Pada kelompok ini perlu perhatian yang khusus dan penanganan yang sabar, karena sulit sekali memahami sesuatu. Kelompok ABK subnormal meliputi:
anak subnormal
1.      Bawah rata-rata/dull normal (IQ 80-90)
2.      Moron/ border line (IQ 70-80)
3.      Debil (IQ 60-70)
4.      Imbisil (30-60)
5.      Idiot (IQ<30)
Jika dilihat dari aspek jasmani/fisik kelompok anak ini dibagi beberapa kategori :

1. Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
1)  Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan  sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau membedakan gelap dan terang.
2)       Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.
2.  Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat dibagi menjadi:
1)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses)
2)       Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB (mild losses)
3)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB(moderate loses)
4)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe lossses)
5)      Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly losses)
3. Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat gerak (tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dari segi fungsi fisik, tunadaksa diartikan sebagai seseorang yang fisik dan kesehatanya terganggu sehingga mengalami kelainan di dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Tunadaksa dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1)      Tunadaksa orthopaedic (orthopedicallyhandicapped) yaitu mereka yang mengalami kelainan kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
2)       Tunadaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.
Ciri-ciri anak tunadaksa dapat dilukiskan sebagai berikut:
a.      Jari tangan kaku dan tidak dapat mengenggam.
b.      Ada bagian anggota gerak yang tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
c.      Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur, bergetar)
d.      Terdapat cacat pada anggota gerak
e.      Anggota gerak layu, kaku, lemah/lumpuh.
c.       Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.
d.      Kelompok ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu
1.  Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap autis pada umumnya  menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata dengan orang lain, kurang suka berteman, senang menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.
2.  Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak atau aktifitas jasmani. Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak jasmani yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga dikatakan anak yang memiliki gejala – gejala perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal. Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif cukup, senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar berlangsung.
3. Anak berkesulitan belajar
Anak dengan kesulitan belajar spesifik meupakan kelainan sistem saraf yang dialami oleh seseorang yang mengakibatkan pola pertumbuhan yang tidak seimbang dan kelemahan pada proses syaraf, sehingga akan mengakibatkan seseorang kesulitan dalam menyelesaikan tugas akademik dan pembelajaran. Anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal bahkan ada yang diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Faktor Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus
Tenyata anak berkebutuhan khusus ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Faktor-faktor penyebab itu dapat digolongkan sesuai dengan kejadiannya, yaitu:
a.      Kejadian sebelum lahir (prenatal)
Faktor penyebab ketunaan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan pada saat dalam kandungan. Ketunaan pada ABK yang terjadi dalam kandungan disebabkan karena virus yang menyerang sang ibu, keracunan darah pada ibu yang sedang hamil, kekurangan oksigen, penggunaan obat yang berlebihan, percobaan abortus yang gagal. Intinya, selain dari keturunan faktor-faktor disebabkan karena kelalaian sang ibu dalam menjaga kandungannya.
b.      Kejadian pada saat kelahiran
Ketunaan pada saat kelahiran disebabkan karena proses kelahiran yang menggunakan tang verlossing(dengan bantuan tang) cara ini sangat berbahaya, dapat menyebabkan luka pada otak bayi. Selain itu, proses kelahiran bayi yang terlalu lama.
c.       Kejadian setelah melahirkan
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh setelah kelahiran pula karena faktor- faktor penyebab seperti berikut ini:
1.      Penyakit radang selaput otak(meningitis) dan radang otak(enchepalitis) sehingga menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel otak menjadi terganggu.
2.      Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam.
3.      Stress berat dan gangguan kejiwaaan lainnya.
4.      Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis media), malaria tropicana yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.
Bentuk-bentuk Layanan Anak Berkebutuhan khusus 
Pelayanan untuk ABK
Anak berkebutuhan khusus memiliki tingkat kekhususan berbeda-beda, baik dari sifat, jenis, kondisi, maupun kebutuhannya. Oleh karena itu, layanan dari segi pendidikan pun akan berbeda. Ada beberapa model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan, seperti:
1.      Model segregasi
Model ini memberikan pelayanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok jenis anak normal maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Model ini sudah lama dikenal dan diterapkan ada anak-anak berkebutuhan di Indonesia. Contohnya SLB A lembaga pendidikan untuk anak tunanetra, dan SLB B lembaga pendidikan untuk anak tunarungu. Kelebihan model ini, sebenarnya dapat memotivasi ABK dan bersaing secara sehat dengan temannya yang senasib, dan lebih mudah beradaptasi dengan cepat. Akan tetapi, kekurangan model ini yaitu anak di tempatkan secara terpisah, sehingga anak sulit bergaul dan menjalin dengan anak-anak yang normal, anak akan merasa ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah.
2.      Model kelas khusus
Kelas khusus ini tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus (SLB), melainkan keberadaanya ada di sekolah umum atau reguler. Keberadaan kelas ini tidak bersifat permanen, tergantung dari kebutuhan anak yang memerlukannya. Kelebihan model ini yaitu secara sosial anak akan lebih mudah mengembangkan diri karena berada dalam lingkungan normal, potensi anak pun akan lebih cepat berkembang. Namun, kekurangan model ini terletak pada sikap teman-temannya. Terkadang masih saja ada kesenjangan sosial yang diterima oleh ABK, dan sebagian orang tua tidak suka anaknya dicap sebagai ABK.
1.      Model sekolah dasar luar biasa(SDLB)
SDLB keberadaannya mirip dengan SLB yaitu sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak –anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah.
Kebaikan/Kelebihan Model ini adalah:
(1) anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja
(2) dalam  perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan komunikasi dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya
(3) secara psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri, menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
Kekurangan/Kelemahan:
(1) anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang terpisah dari
(2) anak merasakan terbatas dalam mengembangkan interaksi dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal, karena anak-anak dikelompokkan berdasarkan jenis ketunaan tertentu,  sehingga kadang-kadang timbul sikap permusuhan diantara kelompok mereka.
2.      Model guru kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan bagi ABK terutama mereka yang ada atau bermukin di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat – tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus dan sebagainya. Di tempat tersebut dibentuk sanggar atau kelompok – kelompok belajar tempat anak – anak memperoleh layanan pendidikan.
Kebaikan / Kelebihan model ini adalah:
(1) anak dapat lebih  mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke  jauh karena sudah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya
(2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat  belajar
(3) anak-anak  memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
Kelemahannya adalah:
(1) layanan pendidikan dengan  guru kunjung dalam banyak hal masih sulit diterapkan  karena memerlukan jaringan kerjasama  berbagai pihak
(2) ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain  keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran
(3) orangtua anak ABK di daerah terpencil  umumnya masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar  belajar
(4) masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar.
3.      Sekolah terpadu
Sekolah ini pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima anak – anak yang berkebutuhan khusus. Mereka belajar bersama – sama dengan anak- anak normal lainnya tanpa dipisah dinding tembok kelas. Dalam pembelajaran di sekolah mereka diajar oleh guru – guru umum, sedangkan materi – materi yang memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping yang telah ditunjuk.
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah:
(1)  anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas
(2) dari  perkembangan sosial, anak lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut
(3) secara  psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang berkategori normal.
Kekurangan / kelemahan adalah:
(1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat belajar
(2) dalam kondisi tertentu, anak   menjadi bahan olok-olokan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi tertekan
(3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada.
4.      Pendidikan Inklusi (inclusive education)
Kata inklusi bermakna terbuka, yang berarti bahwa pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Demikian pula lingkungan pendidikan yang, termasuk ruang kelas, toilet, halaman bermain, laboratorium dan lain – lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah:
(1) anak akan memperoleh keadilan layanan pendidikan, tidak dibedakan dari  anak normal sehingga secara tidak langsung dapat membangkitkan motivasi  dan gairah belajar di sekolah
(2) anak dapat berpartisipasi dalam kehidupan di sekolah tanpa memandang kekurangan  yang disandang
(3) anak merasakan  perlakuan dan persamaan hak, harkat dan martabat dalam memperoleh layanan pendidikan tanpa membedakan antara yang cacat dan yang normal
(4) anak dapat bergaul dan berinteraksi secara sehat dengan teman-temannya yang normal,  sehingga  meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi berprestasi dalam belajar.
Kekurangan dan kelemahannya adalah  untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi dibutuhkan sarana dan prasarana yang dapat mengakses kebutuhan individual anak yang tidak gampang dipenuhi oleh sekolah yang telah menyatakan diri sebagai sekolah inklusi. Untuk dapat disebut sebagai sekolah inklusi yang sebenarnya juga dibutuhkan tenaga pendidik dan tenaga non pendidik (seperti dokter, psikolog, konselor, dan sebagainya) yang tidak serta-merta dapat dipenuhi oleh sekolah yang memproklamirkan diri sebagai sekolah inklusi. Meskipun disebut sebagai sekolah Inklusi yang secara teoritis bisa menerima semua anak  tanpa memandang normal atau tidak normal, namun dalam praktik di lapangan sekolah inklusi biasanya hanya menerima anak cacat yang berkategori  ringan,  bukan yang berkategori sedang atau berat.
Kesimpulan
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Secara umum faktor yang menyebabkan hambatan belajar ada tiga, yaitu (1) faktor lingkungan (2) faktor internal/ diri sendiri (3) kombinasi diantara keduanya.
Model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK diantaranya adalah Model segregasi, Model kelas khusus, pmodel sekolah dasar luar biasa(SDLB), model guru kunjung, sekolah terpadu, dan pendidikan Inklusi (inclusive education).

DAFTAR PUSTAKA


Abdul Salim Chairi, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Efendi, Mohammad. 2000. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hadis Abdul. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung: Alfabeta.
IG.A.K.Wardani, dkk. 2008. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ilun Mualifah, Ahmad Fauzi, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Surabaya: LAPIS
Slavin, Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta: PT Indeks.

Komentar

Postingan Populer